Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Melchias Markus Mekeng menyebut, pemerintah daerah boleh saja meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),tapi mesti masuk akal alias kenaikannya tidak boleh terlalu tinggi.
“Salah satu (cara) meningkatkan PAD adalah menaikkan pajak. Cuma ini menaikkan pajaknya enggak kira-kira. Masa ada yang 1.000 persen, ada yang 300 persen, 500 persen. Itu buat saya enggak masuk akal. Menaikan pajak boleh, tapi harus rasional dan dia harus lihat kondisi masyarakatnya,” tutur Mekeng di Jakarta, dikutip Minggu (17/8/2025).
Dia berharap agar pemerintah pusat tidak menekan atau mencekik dana transfer daerah.
“Harus diberikan transfer daerah supaya ada pembangunan. Kalau tidak, nanti pemerintah di daerah sana akan bingung sendiri setiap dia datang ke masyarakat, masyarakat tanya pembangunan, dia mau bilang apa, enggak ada uangnya kok,” tegasnya.
Ia mengakui memang, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sedang melakukan efisiensi anggaran di pusat, bahkan akan terus dilanjutkan. Meski begitu ia menekankan dana transfer daerah harus tetap berjalan dengan lancar.
“Ya makanya, efisiensi boleh efisiensi, tapi juga jangan dicekik di transfer daerahnya. Transfer daerah tetap harus ada, tapi difokuskan kepada kebutuhan daripada masing-masing daerah karena pasti berbeda,” tandasnya.
Sebelumnya, ramai-ramai sejumlah daerah kompak menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB). Kebijakan ini sontak menjadi sasaran protes warganya. Yang terheboh adalah di Kabupaten Pati, warga tumpah ke jalan untuk memprotes. Kericuhan ini berujung dengan keputusan DPRD untuk membentuk pansus pemakzulan Bupati Sudewo.
Bupati Sudewo sempat berencana menaikkan tarif PBB hingga 250 persen. Sudewo menuturkan bahwa keputusan menaikkan tarif pajak tersebut untuk mempercepat pembangunan di Pati. Dia secara spesifik menyebut dua agenda yang menjadi prioritasnya.
“Beban kami pembangunan infrastruktur jalan, pembenahan RSUD RAA Soewondo, pertanian, perikanan, semuanya membutuhkan anggaran yang sangat tinggi,” kata Sudewo yang ogah mundur dari jabatannya, belum lama ini.
Pati bukan satu-satunya kabupaten yang menaikan tarif PBB. Cirebon, kota di Jawa Barat, bahkan mengerek pajak hingga 1.000 persen. Angkanya 4 kali lipat dari tarif yang sedianya diterapkan Bupati Pati.
Masyarakat pun telah turun ke jalan untuk menentang kenaikan tarif PBB di Kota Cirebon. Mereka menuntut supaya pemerintah membatalkan Peraturan Daerah alias Perda No.1/2024 yang menjadi dasar pengenaan PBB 1.000 persen.
Kenaikan dengan besaran yang sama juga terjadi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Warga membawa ratusan koin rupiah hasil dari membedah celengan untuk membayar pajak untuk memprotes lonjakan pajak PBB yang terjadi secara drastis sejak 2024.
Kabupaten Semarang juga disebut-sebut menaikan tarif PBB hingga 400 persen, meskipun kabar ini langsung dibantah oleh Pemkab Semarang. Situasi yang sama juga terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Pj Sekda Guntur Priambodo buru-buru membantah kabar rencana kenaikan PBB 200 persen. “Tidak ada proyeksi peningkatan PAD dari objek pajak PBB yang berasal dari kenaikan tarif pada tahun 2026,” ungkapnya, Selasa (12/8/2025).
Yang jadi sorotan, kekisruhan kenaikan terjadi di saat pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan efisiensi anggaran. Melalui Peraturan Menteri Keuangan alias PMK No.56/2025, pemerintah akan menyasar beberapa pos anggaran dalam transfer ke daerah. Sasaran utamanya anggaran infrastruktur hingga dana otonomi khusus alias otsus.
Istana Merespons
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan, kebijakan naiknya Pajak Bumi Bangunan (PBB) di beberapa daerah tak ada kaitannya dengan pemerintah pusat. Semua merupakan kewenangan masing-masing pemda.
“Kenaikan-kenaikan PBB itu kan kebijakan-kebijakan di tingkat kabupaten/kota. Tidak benar (bila) kenaikan-kenaikan itu sekarang, seolah-olah itu akibat dari proses-proses yang ada di pusat. Tidak. Setiap tahun kan pasti ada daerah-daerah yang memutuskan untuk menaikan PBB,” tutur Prasetyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2025).
Ia mengingatkan, kepala daerah seharusnya berhati-hati dalam mengambil keputusan, jangan sampai justru menyusahkan rakyat.
“Menjadi pemimpin itu harus terus berhati-hati, siapapun pemimpin di tingkat apapun harus berhati-hati untuk memikirkan setiap kebijakan itu, usahakan jangan menyusahkan rakyat,” tegasnya. (Ganda)